PLAYING GOD?
Maykada Harjono
(disadur dari Majalah IT PC Media, edisi Agustus 2010)
Film Teminator salah, kiamat tidak terjadi tahun 1997. Ya, tapi Terminator benar, manusia akhirnya kalah dari mesin.
Betul, manusia sekarang dijajah mesin bernama jaringan Internet, kata teman saya sambil tersenyum. Komentar tersebut terjadi sambil lalu, antara saya dan teman di Facebook. Penulis cerita di film Terminator 2 mengambil rentang waktu terlalu pendek, 1997. Judgement Day nyatanya tidak terjadi. Arnold Schwarzenegger tidak perlu repot menghalau manusia robot yang die hard, sudah matinya!
Manusia mengambil kuasa Tuhan, menentukan hari kiamat. Playing God-kah? Entah kenapa, ada pihak yang gemar memakai istilah ini, padahal potensinya berbahaya. Di game memang dikenal istilah “God Mode”, tapi game bukanlah kenyataan. Mengibaratkan manusia sebagai Tuhan, seperti sosok Firaun dulu. Akibat sikap takabur yang kelewat batas, akhirnya dia binasa, kelelep di Laut Merah. Apakah pihak yang berkuasa mampu membuat peraturan aau keputusan dengan semena-mena, sedang memainkan peran sebagai Tuhan? Nanti dulu. Mari kita lihat contoh-contoh berikut.
Tim dokter RSCM sukses memperpanjang umur kembar siam Ana-Ani. Hakim MA memutuskan Amrozi dkk ajalnya berakhir di ujung pelor. Densus 88 berbekal “license to kill” mencabut nyawa 4 teroris di Solo. DPR dan Presiden membuat UU sehingga Prita menginap di penjara gara-gara e-mail.
Apakah mereka semua sedang playing God? Mari kita balik situasinya. Presiden SBY stress, tak bolah lambaikan tangan oleh Paspampres. Setiap tahun, 350 polisi dipecat karena melanggar HAM. Komisi Yudisial meminta pemecatan 2 hakim akibat melanggar kode etik. Diduga lakukan malpraktek, dokter RSCM dipolisikan.
Nah, kalau begini, apa masih bisa disebut playing God? Presiden tuntuk pada pengawalnya, yang terikat oleh aturan pengamanan presiden. Aturan disahkan oleh DPR. DPR dan Presiden dipilah oleh rakyat. Menguasai dan dikuasai menjadi sangat relatif. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki ketergantungan dengan manusia yang lain. Aturan dibuat agar terjadi keharmonisan dalam hubungan antarmanusia, syaratnya, aturan tersebut sesuai kaidah-kaidah yang ada dan dipatuhi bersama. Seperti dalam permainan, bila tidak ada aturan, bagaimana permainan akan dilakukan?
Baiklah, tapi saya seorang pembuat program, dan ingin membuat bahasa komputer sesuka saya. Saya ingin menukar keyword const (konstanta berupa kata kunci) untuk menyatakan variabel, dan var untuk menyatakan konstanta. Tidak masalah, itu hal mudah. Saya mengerti, mesin mengerti, dan program berjalan. Tapi masalahnya, siapa orang yang mau memakai bahasa saya dan menganggap saya adalah Tuhan?
Kita pasti kenal Intel sebagai jawara processor PC nomor satu. Suatu ketika, Intel ingin mengubah dunia. Dibuatlah processor 64-bit bernama Itanium. Saya adalah PC, dan PC adalah saya, barangkali begitu di benak orang dalam Intel. Tapi Intel kecele, karena Itanium nasibnya seperti lagu Wali, tak laku-laku! Microsoft pun emoh melanjutkan Windows versi workstation untuk Itanium. Intel banting setir, gagal menjadi Tuhan, dan malah menjadi hantu AMD dengna melisensi x64.
Mahakuasa adalah salah satu sifat Tuhan. Dalam Islam, sifat Tuhan diuraikan menjadi 99 nama atau Asma’ul Husna. Manusia mencitrakan sifat-sifat yang dimiliki Tuhan, tetapi bukan lantas berperan sebagai Tuhan. Saya terkenang kata-kata pengasuh majalah Sufi, bahwa Tuhan tidak terikat dengan ruang dan waktu. Manusia berkuasa karena diberi ruang oleh sesamanya, dan tersedia waktu untuknya bekerja. Apapun yang dilakukan manusia, pasti terikat ruang dan waktu. Sangat sulit membayangkan tidak mengenal ruang dan waktu. Teori fisika modern karya Albert Einstein, E = mc2 (termasuk teori lainnya yaitu kecepatan relativistik, dilatasi waktu, perubahan panjang, perubahan massa, dan momentum dan energi relativistik) tidak berlaku di sini. Sungguh abstrak dan absurd.
Di hari kebangkitan nasional yang kian terlupakan, seorang sejarawan mengingatkan, pendiri republik ini adalah pemimpin cerdas dan tercerahkan. Otaknya cair dan hatinya juga cair. Hasilnya, bangsa Indonesia yang besar. Meminjam kuasa Tuhan, setiap kita adalah pemimpin dalam ruangnya masing-masing. Nah, apakah barang pinjaman itu akan kembali dalam wujud batu yang rawan hancur sewaktu-waktu, ataukah air yang mengalir sampai jauh? Mari sama-sama kita renungkan.
posting: 16/06/2011, 18.30
you are invited to follow my blog
BalasHapus